slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Ulasan The New Abnormal dari The Strokes

Bicaramusik.id

Banner 728 X 90
Ulasan The New Abnormal dari The Strokes
  • By : Bicara Musik
  • 2020-04-12

Ulasan The New Abnormal dari The Strokes

Bicaramusik.id The Strokes telah merilis album keenam mereka The New Abnormal pada Jumat (10/4). Ini menjadi album penuh pertama band asal New York, Amerika Serikat setelah tujuh tahun. Album terakhir yang mereka keluarkan adalah Comedown Machine pada 2013 silam. https://open.spotify.com/album/2xkZV2Hl1Omi8rk2D7t5lN?si=s3iq-8CwTImkpyqEuzuo7A “The Adults Are Talking” dipilih menjadi pembuka. Lagu tersebut sedikit mengingatkan telinga pada karya-karya awal The Strokes seperti “Hard to Explain” dari album perdana, Is This It. Jika diingat-ingat, Julian Casablancas dan kawan-kawan memang punya nuansa seperti ini dari awal karier mereka. Drum konstan dan isian-isian gitar yang diulang menjadi ciri khas mereka dalam beberapa lagu selain fuzz yang kental khas garage rock revival. Suasana ini hampir sama dengan bagaimana “80-an memandang masa depan, lebih tepatnya bagaimana “80-an memandang pascakiamat. Ada visual preman berambut mullet dengan jaket bomber kulit sedang tembak-tembakan di sekitar api unggun wilayah kumuh kota yang hancur lewat di kepala setiap mendengar lagu The Strokes yang semacam ini. Entah adegan di film apa itu tapi mungkin gim NES semacam Contra, Mega Man (sebelum X), dan Metroid dapat membantu membayangkan suasananya. Rambut mullet khas Orde Baru Julian, Albert, dan Nick Valensi juga mendukung. Trek selanjutnya, “Selfless”, merupakan reinkarnasi dari nomor balada semisantai semacam “Evenening Sun” dari album First Impression of Earth. Sejak Angles, mereka selalu punya trek pelan tanpa drum. Jadi yang ini kita sebut semisantai saja. “Brooklyn Bridge to Chorus” adalah The Strokes yang baru. Single terakhir sebelum album dirilis tersebut lebih Comedown Machine dibanding karya-karya  awal mereka. The Strokes memang terdengar seperti entitas berbeda sejak Angles, atau lebih tepatnya sejak 2009 saat Julian merilis Phrazes for the Young. Album solonya tersebut penuh dengan nuansa elektronik penuh synth yang makin memperjelas identitas pascakiamat The Strokes kedepannya. Selektronik-elektroniknya “12:51”, intro di lagu tersebut nampaknya masih dimainkan dengan gitar. Selain itu, ciri khas garage rock revival seakan sudah ditnggalakan padahal karena memulai kancah itu lah The Strokes dikenal. Kocokan downstroke khas Albert Hammond Jr. sama sekali lenyap. Julian pun bernyanyi lebih rapi. Serak khas pemabuk yang baru saja menghabiskan satu bungkus american blend tidak terasa lag. Ia terdengar lebih cempreng. Dalam beberapa trek, ia menggunakan suara falsetto, hal yang hampir tidak pernah ia gunakan di tiga album awal dan sering dicoba di tiga album terakhir. Nada tinggi di “Juicebox” pun tidak diraih Julian dengan teknik tersebut. “Bad Decisions” punya nuansa The Strokes lama seperti trek pertama, “The Adults Are Talking”. Ini salah satu trek ter-catchy di album ini. Sayangnya, Julian mengambil sampel dari “Dancing with Myself”-nya Billy Idol, dibagian paling mudah diingat pula. Mereka menyisipkan nama legenda “80-an itu di credit lagu. Entah sengaja mengutip atau  sudah membuat lagu yang awalnya tanpa disadari mirip namun sayang jika dibuang. Percayalah, yang terakhir kerap terjadi pada para musisi. Ini bukan kali pertama The Strokes menyisipkan karya orang dalam lagu-lagunya. Mereka sering kali menyisipkan referensi (bukan hanya lagu) dari berbagai sumber. “Soma” dari album perdana misalnya mengarah pada Brave New World karya Aldous Huxley. Dalam video musik salah satu trek di album mini terakhir, “Threat of Joy”, mereka menyisipkan Beastie Boys, Dylan, hingga Kubrick. Selain itu, ada potongan mirip “Mandy”-nya Barry Manilow dalam “Razorblade” dari First Impression of Earth, entah disengaja atau tidak. Trek selanjutnya mengalami hal serupa. “Eternal Summer” punya sisipan “The Ghost in You” dari The Psychedelic Furs. Nama kakak beradik Richard Lofthouse Butler dan Timothy Butler pun tercantum dalam credit. Melihat kedua referensi yang dikutip berasal dari “80-an, mungkin Julian memang sengaja mengutip keduanya agar nuansa masa-masa tersebut lebih terasa. Lagu ini juga menampilkan falsetto penuh Julian, menyuguhkan suasana diskotek kota-kota metropolotan tropis. Pembuka “Eternal Summer” terdengar seperti karya dari bintang lokal, Hindia. Keduanya juga punya kemiripan. Baskara (nama di balik Hindia) sama dominannnya dengan Julian di The Strokes. Bicara soal dominasi Julian, ia sudah menciptakan banyak masalah di bandnya karena hal tersebut. Ia memang begitu berkuasa dalam karya The Strokes hingga semua credit lagu sampai album ketiga hanya ada namanya, bukan The Strokes. Baru saat mereka berpindah haluan, Julian, Albert, Nick, Nikolai, dan Fabrizio menulis lagu bersama-sama. Namun, selalu ada masalah setiap albumnya, mulai dari Julian yang meninggalkan studio rekaman saat menggarap Angles  hingga tensi yang begitu tinggi dan media blackout saat pengerjaan Comedown Machine. Album ini sepertinya album ber-credit The Strokes yang paling tak banyak drama dalam proses penggarapannya. Akhirnya giliran single pertama “At The Door”. Seperti di bahas sebelumnya, The Strokes selalu punya balada tanpa drum di album-album akhir. Angles punya “Call Me Back”. Comedown Machine punya “Call It Fate, Call It Karma”. The New Abnormal punya lagu ini. Tiga trek selanjutnya, “Why Are Sunday’s So Depressing”, “Not The Same Anymore”, dan “Ode to The Mets”, sungguh punya nuansa Cult Records biarpun kali ini dirilis oleh RCA Records. Ketiganya mengingatkan pada bagaimana The Growlers berubah saat Julian memproduseri City Club dibawah naungan labelnya. Ya, label ini banyak melampiaskan selera kota pasca kiamat Julian. Itu mungkin kenapa ada nuansa The Voidz (proyek Julian yang lain) di karya The Strokes sekarang. Album ini sama tidak spesialnya dengan tulisan ini. Suasana The Storkes dulu memang masih ada walaupun ditambah bumbu-bumbu yang mungkin disukai beberapa segmen. Namun, penggemar yang mengenal mereka sebagai pionir garage revival mungkin akan sulit cocok. Bagaimana lagi? Di usia lebih dari 20 tahun, The Strokes yang dulu memang bukan lah yang sekarang. Penulis: Abyan Nabilio
Banner 300x600

RELATED BERITA

RELATED BERITA